Bab 5
HUKUM ISLAM Tentang Hukum Keluarga
A.
KETENTUAN
HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN
1.
Pengertian Munakahat
Munakahat berarti pernikahan atau perkawinan. Kata dasar dari
pernikahan adalah nikah. Kata nikah mempunyai persamaan dengan kata kawin.
Menurut bahasa indonesia, kata nikah berarti berkumpul atau bersatu. Dalam
istilah syariat, nikah itu berarti melakukan suatu akad atau
perjanjian untuk mengikat diri antara seorang laki-laki dan seseorang perempuan
serta menghalalkan hubungan kelamin antara keduanya dengan dasar suka rela dan
persetujuan bersama, demi terwujudnya keluarga ( rumah tangga) bahagia, yang
diridhoi allah SWT.
Nikah
termasuk perbuatan yang telah dicontohkan oleh nabi muhammad SAW atau sunah
rosul. Dalam hal ini disebutkan dalam hadist rasulullah SAW yang artinya, “Dari Anas bin malik r.a.,bahwasanya nabi muhammad memuji
allah SWT dan menyanjung-Nya, beliau bersabda, ‘ akan tetapi aku salat, tidur,
berpuasa, makan, dan menikahi wanita, barang siapa yang tidak suka dengan
perbuatanku, maka dia bukanlah dari golonganku.” (H.R. Bukhari dan Muslim )
2.
Hukum Nikah
Menurut sebagian besar ulama,hukum
nikah pada dasarnya adalah mubah,artinya boleh dikerjakan dan boleh
ditinggalkan. Jika dikerjakan tidak mendapat pahala dan jika ditinggalkan tidak
berdosa.
Meskipun dmikian, ditinjau dari segi
kondisi orang yang akan melakukan pernikahan, hukum nikah dapat berubah
menjadi sunah, wajib, makruh, atau haram, penjelasannya adalah sebagai berikut:
a.
Sunah
Bagi
orang yang ingin menikah, mampu menikah, dan mampu pula mengendalik.an diri
dari perzinaan-walaupun tidak segera menikah-maka hukum nikah sunah.
Rasulullah bersabda, “wahai para pemuda, jika diantara kamu memiliki
kemampuan untuk menikah, hendaklah ia menikah, karena pernikahan itu menjaga
pandangan mata dan lebih memelihara kelamin (kehormatan); dan barang siapa
tidak mampu menikah , hendaklah ia berpuasa, sebab puasa itu jadi penjaga
hatinya. “(H.R. Bukhari dan Muslim).
b.
Wajib
Bagi
orang yang ingin menikah, mampu menikah, dan ia khawatir berbuat zina jika
tidak segera menikah, maka hukum nikah adalah wajib.
c.
Makruh
Bagi
orang yang mau menikah, tapi belum mampu memberi nafkah terhadap istri dan
anak-anaknya, maka hukum nikah makruh.
d.
Haram
Bagi
orang yang bermaksud menyakiti wanita yang akan ia nikahi kama hukumnya itu
adalah haram.
3.
Tujuan pernikahan
Secara umum, tujuan pernikahan
menurut islam adalah untuk memenuhi hajat manusia (pria terhadap wanita
atau sebaliknya) dalam rangka mewujudkan rumah tangga yang bahagia, sesuai
dengan ketentuan-ketentuan agama islam. Apabila tujuan pernikahan yang bersifat
umum itu diiuraikan secara terperinci, tujuan pernikahan yang islami dapat
dikemukakan sebagai berikut:
a.
Untuk memperoleh rasa cinta dan
kasih sayang. Allah SWT berfirman
Artinya: dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung
dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan
sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda
bagi kaum yang berfikir.
b.
Untuk memperoleh keturunan yang sah
dalam masyarakat. Allah swt ( al kahfi46)
Artinya: harta dan anak-anak adalah
perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah
lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.
c.
Untuk mewujudkan keluarga bahagia
didunia dan diakhirat.
d.
Untuk memenihi kebutuhan seksual
(berahi) secara sah dan diridhai Allah
4. Rukun nikah
Rukun nikah berarti
ketentuan-ketentuan dalam pernikahan yang harus dipenuhi agar pernikahan itu
sah. Rukun nikah tersebut ada lima macam akni sebagai berikut:
1) Ada
calon suami ,dengan syarat: laki-laki yang sudah berusia dewasa(19 tahun),
beragaama islam, tiak terpaksa, atau dipaksa, tidak sedang dalam ihram dalam
haji, dan bukan calon istrinya.
2) Ada
calon isrti, dengan syarat: wanita yang sudah cukup umur(16 tahun); bukan
perempuan musyrik, tdak dalam ikatan perkawinan dengan orang lain, bukan mahrom
bagi calon suami dan tidak dalam keadaan ihram haji atau umroh.
3) Ada
wali nikah, yaitu orang yang menikahkan mempelai laki –laki dengan mempelai
wanita atau mengizinkan pernikahannya.
Wali
nikah dapat dibagi menjadi dua macam:
1.
Wali nasab yaitu wali yang mempunyai
pertalian darah dengan mempelai wanita yang akan dinikahkan.
2.
Wali hakim yaitu kepala negara yang
beragama islam. Di indonesia, wewenang presiden dilimpahkan kepada
pembantunya yaitu menti agama. Kemudian menteri agama mengangkat pembantunya
untuk bertindak sebagai wali hakim yaitu kepala kantor kepala urusan agama
islam yang ada di setiap kecamatan. Wali hakim bertindak sebagai wali nikah,
jika nasab tidak ada atau tidak bisa memenuhi tugasnya.
Syarat- syarat yang harus dipenuhi
oleh seorang wali nikah adalah sebagai berikut:
§ Beragama islam orang yang tidak beragama islam tidak sah
menjadi wali nikah.
§ Laki-laki.
§ Balig dan berakal.
§ Merdeka dan bukan hamba sahaya.
§ Bersifat adil.
§ Tidak sedang ihram haji atau umroh.
3.
Ada dua saksi. Dua orang saksi ini
syaratnya harus beragama islam, laki-laki balig( dewasa) dan berakal sehat,
dapat mendengar , dapat melihat, dapat berbicara, adil, dan tidak sedang )dalam
ihram haji atau umroh.
4.
Ada akad nikah yakni ucapan ijab
kabul. Ijab adalah ucapan wali ( dari pihak mempelai
wanita), sebagai penyerahan kepada mempelai laki-laki. Qabul adalah
ucapan mempelai laki-laki sebagai tanda penerimaan. Suami wajib memberi mas
kawin ( mahar) kepada istrinya, karena merupakan syarat nikah, tetapi
mengucapkanya dalam akad nikah hukumnya sunah. Suruhan untuk memberikan mas
kawin terdapat dalam al-qur’an(an-nisak 4).
Menghadiri walimah bagi yang diundang hukumnya wajib, kecuali
kalau ada udzur ( halangan) seperti sakit. Rasulullah SAW bersabda: yang
artinya “ orang yang sengaja tidak megabulkan undangan walimah berarti durhaka kepada allah dan rasul-Nya.”(H.R. Muslim)
5.
Muhrim
Menurut
pengertian bahasa, muhrim berarti yang diharamkan. Dalam ilmu fikih, muhrim
adalah wanita yang haram dinikahi. Adapun penyebab seseorang wanita haram
dinikahi ada empat macam, yaitu sebagai berikut:
1)
Wanita yang haram dinikahi karena
keturunan:
- Ibu kandung dan seterusnya keatas(nenek
dari ibu dan nenek dari ayah).
- Anak perempuan kandung dan
seterusnya kebawah(cucu dan seterusnya).
- Saudara perempuan ( sekandung,
sebapak atau seibu).
- Saudara perempuan dari bapak.
- Saudara perempuan dari ibu.
- Anak perempuan dari saudara
laki-laki dan seterusnya ke bawah.
- Anak perempuan dari saudara
perempuan perempuan dan seterusnya kebawah.
- Wanita yang haram dinikahi
karena hubungan sesusuan:
- Ibu yang menyusui.
- Saudara perempuan yang
sesusuan.
- Wanita yang haram dinikahi
karena perkawinan:
- Ibu dari istri( mertua).
- Anak tiri (anak dari istri
dengan suami lain), apabila suami sudah berkumpul dengan ibunya.
- Ibu tiri(istri dari ayah ),
baik sudah cerai atau belum. Allah SWT berfirman yang artinya, “ Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang pernah dikawini
oleh ayahmu.”(Q.S. An-nisa’4:22)
- Menantu(istri dari anak
laki-laki), baik sudah cerai maupun belum.
Wanita yang haram dinikahi karena
mempunyai pertalian muhrim dengan istri. Misalnya, haram melakukan
poligami(memperistri sekaligus) terhadap dua orang bersaudara, terhadap seorang
perempuan dengan bibinya, terhadap seorang perempuan dengan kemenakanya.
Mengenai wanita- wanita yang haram dinikahi(muhrim) telah difirmankan Allah SWT
dalam Al-Qur’an Surah An-Nisa’4:23.
Artinya: Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang
perempuan saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang
perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari
saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu
yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan;
ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari
isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu
itu (dan sudah kamu ceraikan), Maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan
diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan
(dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi
pada masa lampau; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
6.
Kewajiban suami dan istri
Agar
tujuan pernikahan tercapai, suami-istri harus melaksanakan kewajiban hidup
berumah tangga sebaik-baiknya dengan landasan niat ikhlas karena Allah semata.
Allah SWT berfirman artinya, “kaum lakilaki itu adalah
pemimpin bagi kaum wanita, karena allah telah melebihkan sebagian mereka atas
sebagian mereka atas sebagian yang lain dan karena laki-laki telah menafkahkan
sebagian dari harta mereka.”(Q.S. An- Nisa’4:34)
Rasulullah
SAW juga bersabda yang artinya, suami adalah penanggung jawab
rumah tangga suami istri yang bersangkutan”(H.R Bukhari Muslim)
Secara umum kewajiban suami-istri
adalah sebagai berikut:
1.
Kewajiban suami
§ Memberi nafkah,sandang, pangan,dan tempat tinggal kepada
istri dan anak-anaknya, sesuai dengan kemampuan yang diusahakan secara
maksimal.(lihat Q.S. At-Talaq, 95)
Artinya:
atau Apakah mereka mempunyai sekutu-sekutu? Maka hendaklah mereka mendatangkan
sekutu-sekutunya jika mereka adalah orang-orang yang benar.
§ Memimpin serta membimbing istri dan anak-anak,agar menjadi
orang yang berguna bagi diri sendiri, keluarga,agama, masyarakat, serta bangsa
dan negaranya.
§ Bergaul dengan istri dan anak-anak dengan baik (makruf).
§ Memelihara istri dan anak-anak dari bencana, baik lahir
maupun batin, duniawi maupun ukhrawi.
§ Membantu istri dalam tugas sehari-hari, terutama dalam
mengasuh dan mendidik anak-anak agar menjadi anak yang saleh. Allah SWT
berfirma
yang
artinya, ‘hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu
dari api neraka.’(Q.S. At-Tahrim,66:6)
2.
Kewajiban istri
a.
Taat kepada suami dalam batas –batas
yang sesuai dengan ajaran agama islam. Adapun suruhan suami yang bertentangan
dengan ajaran agama islam tidak wajib ditaati.
b.
Memelihara diri sendiri serta
kehormatan dan harta benda suami, baik dihadapan atau dibelakangnya.
c.
Membantu suami dalam memimpin
kesejahteraan dan kebahagiaan rumah tangga.
d.
Menerima dan menghormati pemberian
suami walaupun sedikit, serta mencukupkan nafkah yang diberikan suami, sesuai
dengan kekuatandan kemampuannya, hemat,cermat,dan bijaksana.
Hal-hal
yang dapat memutuskan ikatan perkawinan adalah meninggalnya salah satu pihak
suami atau istri, talak, fasakh, khulu’,li’an, ila, dan zihar. Penjelasannya adalah sebagai berikut:
1)
Talak
Talak
berarti melepaskan ikatan perkawinan secara suka rela ucapan talak dari pihak
suami kepada istrinya. Asal hukum talak adalah makruh (sesuatu yang dibenci
atau tidak disenagi). Hal ini sesuai penegasan Rasulullah SAW dalam hadisnya,
sebagaimana telah dikemukakan.
Pada
dasarnya, perceraian merupakan perbuatan yang tidak terpuji, karena dapat
menimbulkan akibat-akibat yang negatif, terutama apabila suami dan istri yang
bercerai itu sudah mempunyai anak. Rasulullah SAW bersabda sebagai berikut:
yang artinya:perbuatan yang halal, tetapi paling dibenci allah ialah talak.’’(
H. R. Abu Dawud dan Ibnu Majah)
Rasulullah
SAW juga bersabda,’’setiap wanita (istri) yang meminta cerai
kepada suaminya tanpa alasan, haramlah baginya wangi-wangian surga.”
(H.R. Ashabus sunan kecuali An-Nasa’i) pada kondisi-kondisi tertentu, mungkin
perceraian lebih baik dilakukan, karena apabila tidak dilakukan akan
menyebabkan penderitaan, baik bagi istri maupun suami atau akan menyebabkan
kedurhakaan kepada Allah SWT.
a.
Macam-macam talak
Talak itu bermacam –macam seperti
berikut :
a)
Talak
sunnah, yaitu suami menalak istri pada
masa suci yang tidak digauli didalamnya. Jadi jika seseorang akan menalak
istrinya karena mudarat tersebut tidak bisa dihilangkan, kecuali dengan talak,
maka ia harus menunggu istrinya haid dan suci. Jika istrinya telah suci dan ia
tidak menggaulinya pada masa suci tersebut maka pada saat itulah jatuh talak
satu kepadanya misalnya dengan berkata kepadanya ,’’engkau aku ceraikan.’’
b)
Talak
bid’ah, yaitu suami menalak istrinya ketika haid atau menjalani masa
nifas, atau menalaknya dalam keadaan suci yang ia gauli didalamnya,atau
menalaknya dalam talak tiga dengan satu ungkapan atau tiga ungkapan. Misalnya
ia berkata’’ia aku ceraikan, ia aku ceraikan, ia aku ceraikan.’’ Rasulullah
SAW. Memerintahkan abdullah bin umar r.a. yang telah menalak istrinya ketika
rujuk kepadanya, kemudian setelah itu, ia boleh menahanya ( tidak menalak) atau
menalak sebelum mengaulinya. Setelah itu rasulullah bersabda, itulah masa iddah yang diperintahkan allah swt. Dan denganya
engkau menalak para istri.’’(H.R Muslim)
c)
Talak
bai’in,yaitu suami yang menyeraikan tidak akan rujuk pada istrinya. Dengan
jatuhnya talak tiga, maka apabila bekas suami ingin kembali dengan istri yang
telah diceraikannya, maka ia dapat menerima dengan akad dan mahar baru.
d)
Talak
raj’i, yaitu talak dimana suami berhak rujuk dengan istrinya
meskipun istrinya tidak menghendaki(lihat QS Al baqarah: 228).
Artinya: wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu)
tiga kali quru’. tidak boleh mereka Menyembunyikan apa yang diciptakan Allah
dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. dan
suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para
suami) menghendaki ishlah. dan Para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan
kewajibannya menurut cara yang ma’ruf. akan tetapi Para suami, mempunyai satu
tingkatan kelebihan daripada isterinya. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana.
e)
Talak
kiasan ,yaitu talak yang memutuhkan niat talak karena ungkapan talaknya tidak
jelas, misalnya suami berkata: “ pulanglah kerumah keluargamu, atau keluarlah
dari rumah ini, atau engkau jangan berbicara denganku.’’ Demikian pula dengan
ungkapan –ungkapan lainya yang tidak menjelaskan tentang talak atau maknanya.
f)
Talak
sarih ( jelas) yaitu talak yang tidak membutuhkan niat talak yang sarih
(jelas) misalnya suami berkata: ,’’engkau akan kuceraikan, atau engkau menjadi
perempuan yang dicerai, atau aku telah menceraikanmu.’’
g)
Talak
munjaz dan talak mu’alaf. Talak munjaz ialah ucapan menalak istri pada
saat itu juga. Misalnya, seorang suami berkata kepada istrinya, “engkau telah
ditalak”. Maka istrinya menjadi perempuan yang ditalak saat itu juga. Adapun
talak mu’alaf adalah talak yang dikaitkan dengan mengerjakan sesuatu atau
meninggalkan sesuatu.
h)
Talak
dengan wakil dan tulisan. Apabila suami mewakilkan kepada seseorang untuk
menalak istrinya, atau ia menulis surat yang menjelaskan bahwa ia menalaknya,
kemudian ia mengirimkan kepada istrinya
tersebut, maka istrinya menjadi perempuan yang ditalak.
b.
Rukun –rukun talak.
A.
Suami yang mukalaf. Oleh karena
itu,selain suami yang mukalaf tidak boleh menjaatuhkan talak. Begitu juga jika
suami tidak berakal,tidak balig, atau tidak suka rela (dipaksa), maka
talaknya tidak sah. Rasulullah saw bersabda, “pena diangkat dari dari tiga
orang, orang yang tidur hingga dia bangun, anak kecil hingga mimpi (balig), dan
orang gila yang tidak berakal.
B.
Istri yng diikat dengan ikatan
pernikahan yang ang hakiki dengan suami menceraikanya. Rasulullah SAW Bersabda
yang artinya adalah sebagai beikut; tidak ada nazar bagi seseoarng terhadap apa
yang tidak dimilikinya, tidak ada pembebasan olehnya terhadap budak yang tidak
dimilikinhya, dan tidak ada talak bagimya terhadap istri yang tidak
dimilikmya,’’( H.R. Turmudz dan hasan).
c.
Fasakh
Fasakh
adalah pembatalan pernikahan antara suami dan istri karena sebab –sebab
tertentu. Fasakh dilakukan oleh agama ,
karena adanya pengaduan dari pihak istri atau suami dengan alasan yang dapat
dibenarkan.
Akibat
perceraian dengan fasakh, suami tidak boleh rujuk
kepada bekas istrinya. Namun kalau ia ingin menikahinya lagi harus dengan cara
melalui akad nikah baru. Berbeda dengan khulu, fasakh tidak
mempengaruhi bilangan talak. Artinya walaupun fasakh dilakukan lebih dari
tiga kali , bekas suami istri itu boleh menikah kembali, tanpa bekas istrinya,
harus menikah dulu dengan laki-laki lain.
d.
Khulu’
Menurut bahasa khulu’ berarti
tanggal. Dalam ilmu fikih khulu’adalah talak yang dijatuhkan suami kepada
istrinya, dengan jalan tebusan dari pihak istri, baik dengan jalan
mengembalikan mas kawin atau dengan memberikan sejumlah uang ( harta) yang
disetujui oleh mereka berdua.
Khulu’ dipekenankan dalaam islam,
dengan maksud untuk mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi istri, karena
adanya tindakan –tindakan suami yang tidak wajar(umum) . allah SWT berfirman
dalam surat al- baqarah, 2:229
Artinya; Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. setelah itu boleh rujuk
lagi dengan cara yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. tidak
halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada
mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan
hukum-hukum Allah. jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat
menjalankan hukum-hukum Allah, Maka tidak ada dosa atas keduanya tentang
bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya[144]. Itulah
hukum-hukum Allah, Maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar
hukum-hukum Allah mereka Itulah orang-orang yang zalim.
Akibat
perceraian dengan cara khulu’ suami tidak dapat rujuk, walaupun bekas istrinya
masih dalam masa iddah. Akan tetapi,
kalau bekas suami istri itu ingin kembali, harus melalui akad nikah
baru.
Berbeda
dengan fasakh, khuluk, dapat
memengaruhi bilangan talak. Artinya kalau sudah tiga kali dianggap tiga kali
talak(talak ba’in kubra), sehingga suami tidak boleh menikah
lagi dengan bekas istrinya itu menikah dulu dengan laki-laki lain, bercerai,
dan habis masaiddah– nya.
e.
Li’an
Li’an adalah
sumpah suami yang menuduh istrinya berzina(karena suami tidak dapat mengajukan
4 orang saksi yang melihat istrinya berzina). Dengan mengangkat sumpah didepan
hakim , dan pada ucapan kelima kalinya dia mengatakan, ‘’laknat(kutukan) allah
akan ditimpakan atas diriku, apabila tuduhan itu dusta.
Apabila suami sudah menjatuhkan
li’an, berlakulah hukum rajam terhadap istrinya, yaitu dilempari dengan batu
yang sedang sampai mati.
Agar istri terlepas dari hukum rajam
karena merasa tidak berzina, ia harus menolak tuduhan suaminya dengan
menganggkat sumpah empat kali didepan hakim, dan pada kali kelimanya dia
mengatakan,” laknat (kutukan) allah akan menimpa diriku apabila tuduhan
tersebut benar.”
Sumpah suami istri seperti diatas,
secara otomatis menyebabkan mereka bercerai serta tidak boleh rujuk atau
menikah kembali untuk selana-lamanya. Bahkan, kalau setelah itu si istri hamil,
anak tersebut tidak boleh diakui sebagai anak bekas suaminya. Ayat al-quran
menjelaskan tentang li’an ini terdapat dalam surah (an-nur 24:6-10)
Artinya:. dan orang-orang yang menuduh isterinya (berzina), Padahal
mereka tidak ada mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, Maka
persaksian orang itu ialah empat kali bersumpah dengan nama Allah, Sesungguhnya
Dia adalah Termasuk orang-orang yang benar. dan (sumpah) yang kelima: bahwa
la’nat Allah atasnya, jika Dia Termasuk orang-orang yang berdusta. Istrinya itu
dihindarkan dari hukuman oleh sumpahnya empat kali atas nama Allah Sesungguhnya
suaminya itu benar-benar Termasuk orang-orang yang dusta. dan (sumpah) yang
kelima: bahwa laknat Allah atasnya jika suaminya itu Termasuk orang-orang yang
benar. dan andaikata tidak ada kurnia Allah dan rahmat-Nya atas dirimu dan
(andaikata) Allah bukan Penerima taubat lagi Maha Bijaksana, (niscaya kamu akan
mengalami kesulitan-kesulitan).
Maksud ayat 6 dan 7: orang yang
menuduh Istrinya berbuat zina dengan tidak mengajukan empat orang saksi,
haruslah bersumpah dengan nama Allah empat kali, bahwa Dia adalah benar dalam
tuduhannya itu. kemudian Dia bersumpah sekali lagi bahwa Dia akan kena laknat
Allah jika Dia berdusta. Masalah ini dalam fiqih dikenal dengan Li’an.
f.
Ila’
Ila’ berarti
sumpah suami yang mengatakan bahwa ia tidak akan meniduri istrinya selama 4
bulan atau lebih atau dalam masa yang tidak ditentukan. Sumpah suami tersebut
hendaknya ditunggu sampai 4 bulan. Jika sebelum 4 bulan dia kembali kepada
istrinya dengan baik, naka dia diwajibkan membayar denda ,sumpah
(khafarat).
Akan
tetapi, jika 4 bulan dia tidak kembali kapada istrinya,maka hakim berhak
menyuruhnya untuk memilih diantara dua hal yaitu kembali kepada istrinya dengan
membayar kafarat sumpah atau mentalak istrinya. Apabila suami tidak bersedia
menentukan pilihannya, hakum memutuskan bahwa suami telah mentalak
istrinya tala’ ba’in sugra sehinnga ia tidak dapat rujuk
kembali.
Ayat
Al-Qur’an yang menjelaskan tentang ila’ ialah
surah Al-Baqarah,58:1-6
Artinya: Sesungguhnya Allah telah mendengar Perkataan wanita yang
mengajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada
Allah. dan Allah mendengar soal jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah
Maha mendengar lagi Maha melihat . Orang-orang yang menzhihar isterinya di
antara kamu, (menganggap isterinya sebagai ibunya, padahal) Tiadalah isteri
mereka itu ibu mereka. ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah wanita yang
melahirkan mereka. dan Sesungguhnya mereka sungguh-sungguh mengucapkan suatu
Perkataan mungkar dan dusta. dan Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha
Pengampun. Orang-orang yang menzhihar isteri mereka, kemudian mereka hendak
menarik kembali apa yang mereka ucapkan, Maka (wajib atasnya) memerdekakan
seorang budak sebelum kedua suami isteri itu bercampur. Demikianlah yang
diajarkan kepada kamu, dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Barangsiapa yang tidak mendapatkan (budak), Maka (wajib atasnya) berpuasa dua
bulan berturut-turut sebelum keduanya bercampur. Maka siapa yang tidak Kuasa
(wajiblah atasnya) memberi Makan enam puluh orang miskin. Demikianlah supaya
kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. dan Itulah hukum-hukum Allah, dan bagi
orang kafir ada siksaan yang sangat pedih.. Sesungguhnya orang-orang yang yang
menentang Allah dan Rasul-Nya, pasti mendapat kehinaan sebagaimana orang-orang
yang sebelum mereka telah mendapat kehinaan. Sesungguhnya Kami telah menurunkan
bukti-bukti nyata. dan bagi orang-orang kafir ada siksa yang menghinakan. pada
hari ketika mereka dibangkitkan Allah semuanya, lalu diberitakan-Nya kepada
mereka apa yang telah mereka kerjakan. Allah mengumpulkan (mencatat) amal
perbuatan itu, Padahal mereka telah melupakannya. dan Allah Maha menyaksikan
segala sesuatu.
g.
ZIHAR
Zihar adalah ucapan suami yang
menyerupakan istrinya dengan ibunya, seperti suami berkata kepada istrinya,
“punggungmu sama dengan punggung ibu ku.” Jika suami mengucapkan kata tersebut,
maka dan tidak melanjutkanya dan mentalak istrinya, wajib bagi nya membayar
kafarat dan haram meniduri istrinya sebelum kafarat di bayar.
Ayat yang menjelaskan tentang zihar
ialah surat Al-Mujadalah,58: 1-6.
Artinya: Sesungguhnya Allah telah mendengar Perkataan wanita yang
mengajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada
Allah. dan Allah mendengar soal jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah
Maha mendengar lagi Maha melihat. Orang-orang yang menzhihar isterinya di
antara kamu, (menganggap isterinya sebagai ibunya, padahal) Tiadalah isteri
mereka itu ibu mereka. ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah wanita yang
melahirkan mereka. dan Sesungguhnya mereka sungguh-sungguh mengucapkan suatu
Perkataan mungkar dan dusta. dan Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha
Pengampun. Orang-orang yang menzhihar isteri mereka, kemudian mereka hendak
menarik kembali apa yang mereka ucapkan, Maka (wajib atasnya) memerdekakan
seorang budak sebelum kedua suami isteri itu bercampur. Demikianlah yang
diajarkan kepada kamu, dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Barangsiapa yang tidak mendapatkan (budak), Maka (wajib atasnya) berpuasa dua
bulan berturut-turut sebelum keduanya bercampur. Maka siapa yang tidak Kuasa
(wajiblah atasnya) memberi Makan enam puluh orang miskin. Demikianlah supaya
kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. dan Itulah hukum-hukum Allah, dan bagi
orang kafir ada siksaan yang sangat pedih. Sesungguhnya orang-orang yang yang
menentang Allah dan Rasul-Nya, pasti mendapat kehinaan sebagaimana orang-orang
yang sebelum mereka telah mendapat kehinaan. Sesungguhnya Kami telah menurunkan
bukti-bukti nyata. dan bagi orang-orang kafir ada siksa yang menghinakan. Pada
hari ketika mereka dibangkitkan Allah semuanya, lalu diberitakan-Nya kepada
mereka apa yang telah mereka kerjakan. Allah mengumpulkan (mencatat) amal
perbuatan itu, Padahal mereka telah melupakannya. dan Allah Maha menyaksikan
segala sesuatu.
h.
Iddah
Iddah berarti
masa menunggu bagi istri yang ditinggal mati atau bercerai dari suaminya untuk
dibolehkan menikah lagi dengan laki-laki lain. Tujuan iddah antara lain untuk melihat perkembangan,
apakah istri yang bercerai itu hamil atau tidak. Kalau ternyata hamil, maka
anak yang dikandungnya berarti anak suami yang baru saja bercerai dengannya.
Bagi suami yang mempunyai hak rujuk masa iddah merupakan masa untuk berfikir
ulang, apakah ia akan kembali ( rujuk) pada istrinya atau mau meneruskan
perceraianya.
Lama
masa iddah adalah sebagai berikut:
1.
Iddah karena suami wafat
A.
Bagi istri yang tidak sedang hamil, baik
sudah campur dengan suaminya yang wafat atau belum wafat, masa iddahnya
adalah empat bulan sepuluh hari. Ketentuan ini berdasarkan firman Allah dalam
surat Al- Baqarah,2: 234.
B.
Bagi istri yang sedang hamil,
masa iddahnya adalah sampai melahirkan. Ketentuan ini
berdasarkan Al-Qur’an surah At-Talaq,65:4
C.
Iddah karena talak, fasak, dan khuluk
Bagi istri yang belum campur
dengan suami yang baru saja bercerai dengannya, Tidak ada masa iddah
a.
Bagi yang masih mengalami
menstruasi, masa iddah-nya ialah tiga kali suci.
Ketentuan itu berdasarkan Al-Qur’an surah Al-Baqarah;2:228.
b.
Bagi istri yang tidak mengalami
menstruasi, , misalnya karena usia tua( menopause ), masa iddah-nya tiga bulan. Ketentuan ini berdasarkan
Al-Qur’an surah At-Talaq; 65: 4
c.
Bagi istri yang sedang mengandung,
masa iddahnya ialah sampai dengan melahirkan kandunganya. Ketentuan ini
bedasarkan Al-Qur’an surah At-Talaq, 65:4.
2.
RUJUK
Rujuk
berarti kembali yaitu, kembalinya suami kepada ikatan nikah dengan istrinya
sebagaimana semula, selama istrinya masih berada dalam masa iddah raj’iyah.( lihat QS. Al-Baqarah, 2:228)
Hukum rujuk asalnya mubah, artinya
boleh rujuk dan boleh pula tidak. Akan tetapi, hukum rujuk bias berubah,
sebagai berikut:
1.
Sunah, misalnya apabila rujuknya
suami kepada istrinya dengan niat karena Allah, untuk memperbaiki sikap dan
perilaku serta bertekad untuk menjadikan rumah tangganya sebagai rumah tangga
bahagia.
2.
Wajib, misalnya bagi suami yang
mentalak salah seorang istrinya, sedangkan sebelum mentalaknya, ia belum menyempurnakan
pembagian waktunya.
3.
Makruh (dibenci), apabila meneruskan
perceraian lebih bermanfaat dari pada rujuk.
4.
Haram, misalnya jika maksud rujuknya
suami adalah untuk menyakiti istri atau untuk mendurhakai Allah SWT.
Rukun rujuk ada empat macam, yaitu
sebagai berikut:
1.
Istri sudah bercampur dengan suami
yang mentalaknya dan masih berada pada masa‘iddah raj’iyah.
2.
Keinginan rujuk suami atas kehendak
sendiri, bukan karena dipaksa.
3.
Ada dua orang saksi, yaitu dua orang
laki-laki yang adil. Ketentuan itu berdasarkan Al-Qur’an surat At-Talaq, 65: 2.
4.
Ada sigat atau
ucapan rujuk, misalnya suami berkata kepada istri yang diceraikannya selama
masih berada dalam masa ‘iddah raj’iyah, “Saya
rujuk kepada engkau!”.
C.
HIKMAH
PERNIKAHAN
Fuqaha (ulama
fiqih) menjelasakan tentang hikmah-hikmah pernikahan yang islami, antara lain:
1.
Memenuhi kebutuhan seksual dengan
cara yang di ridhai Allah (cara yang islami), dan menghindari cara yang di
murkai Allah seperti perzinaan atau homoseks (gay atau lesbian).
Pemenuhan kebutuhan seksual dengan
cara yang diridhai Allah tentu akan mendatangkan banyak manfaat (lihat Q.S
Ar-Rum, 30: 21).
Sedangkan pemenuhan kebutuhan
seksual dengan cara yang dimurkai Allah SWT tentu akan mendatangkan bencana.
1.
Pernikahan merupakan cara yang benar,
baik dan diridhai Allah untuk memperoleh anak serta mengembangkan keturunan
yang sah. Rasulullah bersabda, “Nikahilah wanita yang bisa
memberikan keturunan yang banyak karena saya akan bangga, sebagai Nabi yang
memiliki umat yang banyak dibandingkan dengan Nabi-Nabi yang lain di akhirat
kelak.” (H.R. Ahmad bin Hanbal)
2.
Melalui pernikahan, suami-istri
dapat memupuk rasa tanggung jawab membaginya dalam rangka memelihara, mengasuh
dan mendidik anak-anaknya, sehingga memberikan motivasi yang kuat untuk membahagiakan
orang yang menjadi tanggung jawabnya. Bila dalam suatu rumah tangga, suami dan
istri telah melaksanakan kewajibannya dengan sebaik-baiknya, tentu rumah
tangganya akan menjadi rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah (damai sejahtera, saling mengasihi dan
menyayangi).
3.
Pernikahan adalah salah satu upaya
untuk mendapatkan ketentraman dan kebahagiaan hidup, khususnya dalam kehidupan
keluarga, seperti dalam surat Ar-Rum: 21
Artinya: dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan
untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa
tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum
yang berfikir.
karena
itu, Allah SWT. Menganugrahkan perasaan kasih sayang diantara keduanya.
pernikahan dapat pula untuk
membentengi diri dari perbuatan tercela. Setiap manusia dewasa yang normal,
secar pasti mengalami rasa tertarik kepada lawan jenisnya. Islam sebagai
agama fitrah pasti memberikan jalan keluar dengan disyariatkan pernikahan.
Dengan demikian, perasaan yang
selalu menuntut pemenuhan ini disalurkan oleh islam dengan cara baik dan benar
serta dapat terhindari dari perbuatan tercela seperti zina yang merupakan
sumber malapetaka bagi manusia. Nabi Muhammad saw. Bersabda.
Yang
artinya: sesungguhnya dengan nikah itu, dapat menjaga pandangan mata dan
kehormatan( kemaluan).”(HR Bukhari Muslim) .
Terbentuknya kelurga yang
diakibatkan adanya pernikahan. Pada giliranya, manusia akan mengalami rasa
tertarik. Masih banyak hikmah lain yang disebutkan.
D.
PERKAWINAN
MENURUT PERUNDANG-UNDANGAN- INDONESIA
Perundang-undangan
perkawinan di Indonesia bersumber pada Keputusan Menteri Agama Republik
Indonesia Nomor 154 Tahun 1991 tentang Pelaksanaan Intruksi Presiden Republik
Indonesia Nomor 1 Tahun 1991 tanggal 10 juni 1991 mengenai Kompilasi Hukum
Islam di Bidang Hukum Perkawinan.
Kompilasi
Hukum Islam (KHI) di Bidang Hukum Perkawinan tersebut, sebagai pengembangan dan
penyempurnaan dari Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 tahun 1975
tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan terdiri dari 14 bab, yang terbagi menjadi
67 pasal. Sedangkan Kompilasi Hukum Islam di Bidang Hukum Perkawinan terdiri
dari 19 bab, yang terbagi menjadi 170 pasal.
Hal-hal yang perlu diketahui dari
Kompilasi Hukum Islam di Bidang Hukum Perkawinan antara lain:
1.
Pengertian
dan Tujuan Perkawinan
Dalam
pasal 2 dan pasal 3 dari Kompilasi Hukum Islam di Bidang Hukum Perkawinan
dijelaskan bahwa pengertian perkawinan menurut Hukum Islam adalah pernikahan
yaitu akad yang sangat kuat atau misaqan galizan untuk
mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah. Sedangkan tujuan
perkawinan ialah untuk mewujudkan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah.
2.
Sahnya
Perkawinan
Dalam pasal 4 dari Kompilasi Hukum
Islam di Bidang Hukum Perkawinan dijelaskan bahwa perkawinan adalah sah apabila
dilakukan menurut Hukum Islam sesuai dengan pasal 2 ayat (1) Undang-Undang RI
No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, yang menegaskan bahwa perkawinan adalah
sah apabila dilakukan menurut hukumanya dan kepercayaan itu.
Selanjutnya, penjelasan pasal 2 ayat
(1) undang-undang republik Indonesia tahun 1974 mengatakan sebagai berikut:
– Dengan perumusan pasal
2 ayat (1) ini, tidak ada perkawinan diluar hukum masing-masing agamanya dan
kepercayaannya itu, sesuai dengan undang-undang dasar 1945.
– Yang
dimaksud dengan hukum masing-masing agamanya dan kepercayaanya itu termasuk
ketentuan perundang-undangan yang berlaku bagi golongan agamanya dan
kepercayaannya itu, sepanjang tidak bertentangan atau tidak ditentukan lain
dalam undang-undang ini.
3.
Pencatatan
perkawinan
Dalam pasal 5 dan 6 Kompilasi Hukum
Islam di Bidang Hukum Perkawinan dijelaskan:
–
Agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam setiap perkawinan
harus dicacat.
–
Pencacatan perkawinan dilakukan oleh Pegawai Pencacat Nikah (Kantor Urusan
Agama Kecamatan dimana calon mempelai bertempat tinggal).
–
Agar pelaksanaan pencacatan perkawinan itu dapat berlangsung dengan baik, maka
setiap perkawinan harus dilangsungkan dihadapan dan di bawah pengawasan Pegawai
Pencacat Nikah.
–
Perkawinan yang dilakukan diluar pengawasan Pegawai Pencacat Nikah tidak
mempunyai kekuatan hukum.
4.
Akta
Nikah
Dalam pasal 7 ayat (1) dari
Kompilasi Hukum Islam di Bidang Hukum Perkawinan dijelaskan bahwa perkawinan
hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh Pegawai Pencacat
Nikah.
Akta
Nikah atau Buku Nikah (Surat Nikah) adalah surat keterangan yang dibuat oleh
Pegawai Pencacat Nikah yakni Kantor Urusan Agama Kecamatan, tempat
dilangsungkannya pernikahan yang menerangkan bahwa pada hari, tanggal, bulan,
tahun dan jam telah terjadi akad nikah antara: seorang laki-laki (dituliskan
nama, tanggal dan tempat lahir, pekerjaan dan tempat tinggal) dengan seorang
perempuan (dituliskan nama, tanggal dan tempat lahir, pekerjaan dan tempat
tinggal) dan yang menjadi wali ( juga dituliskan nama, tanggal dan tempat
lahir, pekerjaan, tempat tinggal dan apa hubungannya dengan yang
diwalikan).
5.
Kawin
Hamil
Dalam pasal 53 ayat (1), (2) dan (3)
dari Kompilasi Hukum Islam di Bidang Hukum Perkawinan dijelaskan:
(1). Seorang wanita hamil diluar
nikah, dapat dikawinkan dengan pria yang menghamilinya.
(2). Perkawinan dengan wanita hamil
yang disebut pada ayat (1) dapat dilangsungkan tanpa menunggu lebih dahulu
kelahiran anaknya.
(3). Dengan dilangsungkannya
perkawinan pada saat wanita hamil, tidak diperlukan perkawinan ulang setelah
anak yang dikandung lahir.
Hal-hal lain yang dijelaskan dalam
Kompilasi Hukum Islam di Bidang Hukum Perkawinan adalah peminangan, rukun dan
syarat perkawinan, mahar, larangan kawin, perjanjian perkawinan, poligami,
pencegahan perkawinan, batalnya perkawinan, hak dan kewajiban suami istri,
harta kekayaan dalam perkawinan, pemeliharaan anak, perwalian, putusya
perkawinan, rujuk dan masa bergabung
Semoga
bermanfaat….
Jangan
lua share ya…
Alifjaisyul.blogspot.com
No comments:
Post a Comment