Friday, 26 June 2020

Betapa Berharganya "KEJUJURAN"

Bismillaahirrohmaanirrohiim.

Assalaamu'alaikum wa rahkh matullaahi  wa bara kaatuh.


ORANG YANG JUJUR


~~> Jujur adalah sifat mulia yang hanya dimiliki oleh orang beriman saja, karena mereka yang hobi dusta maka tanpa terasa imannya sedang turun bahkan bisa jadi menghilang.
Bagaimana mungkin mereka orang jujur bisa melakukan dosa bahkan berbuat maksiat, karena sifat jujurnya akan menghalangi untuk berbuat demikian.

”Angga kenapa kemarin tidak masuk sekolah?” tanya ibu guru.  ”Sakit bu guru!” jawab Angga. Tiba-tiba Ani, teman sepermainan Angga, berteriak: ”Angga nggak sakit, Bu tapi pergi dengan mamanya!” Kemudian ibu guru bertanya kepada Angga: ”Angga pergi kemana sama mama?” ”Pergi menengok nenek Angga yang sedang sakit,” jawab Angga. ”Oh, menengok orang sakit adalah perbuatan yang baik. Jadi Angga tidak harus berbohong pada bu guru, ya sayang,” ucap bu guru. Angga mengangguk tanda mengerti. ***  Kasus di atas adalah gambaran bagaimana kita memberikan penanaman nilai-nilai kejujuran yang seharusnya diajarkan kepada anak-anak dalam persoalan sehari-hari. Semakin dini ditanamkan maka budaya jujur akan melekat pada diri anak hingga usia dewasa.  Jika budaya jujur sudah berlaku menyeluruh tiap individu, maka perilaku korupsi dapat diminimalisir. Bahkan hilang dari pikiran seseorang. 

Namun setiap manusia pasti pernah berbuat dosa dan kesalahan, baik besar ataupun kecil. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

كُلُّ بَنِي آدَمَ خَطَّاءٌ ، وَخَيْرُ الْخَطَّائِينَ التَّوَّابُونَ.
“Setiap anak Adam pernah melakukan kesalahan dan sebaik-baik orang yang melakukan kesalahan adalah orang-orang yang bertaubat.” (HR. Ibnu Majah, no, 4251)

Dan taubat adalah karakter untuk mereka yang benar benar jujur, diakui semua bentuk kesalahan dan dosa dan tidak akan mengulangi perbuatan tsb, sehingga dengan kejujuran imannya dia akan jauhi semua perbuatan maksiat dan dosa.

Sahl bin Abdillah at-Tustury rahimahullah berkata:

أعمال البِر يعملها البَر والفاجر، ولا يجتنب المعاصي إلا صديق.

"Amal-amal kebaikan bisa dikerjakan oleh orang yang baik maupun orang jahat, namun tidak akan mampu menjauhi kemaksiatan kecuali orang yang jujur imannya."
(Hilyatul Auliya', jilid 10 halaman 211)

Tidak semua orang mukmin itu membuktikan kejujuran imannya, sehingga mereka tidak menepati janji mereka kepada Allah Ta'ala. Apa janji mereka? Janji mereka adalah dua kalimah syahadah yang setiap hari mereka ikrarkan dalam shalat-shalat mereka. Bahwa setiap kali seorang mukmin mengucapkan “asyahdu allaa ilaaha illallah”, maksudnya ia mengucapkan “aku berjanji aku siap ikut Engkau ya Allah, aku siap jauhi apa yang Engkau haramkan, dan aku siap laksanakan apa yang Engkau perintahkan. Dan setiap kali ia mengucapkan “wa asyhadu anna muhamaadar Rasulullah” itu maksudnya “aku siapa ikut rasul-Mu. Aku siap mencontoh akhlaknya. Aku siap menjadikannya sebagai teladan dalam hidupku.

Namun sayang dua kalimah syahadat dengan makna seperti ini kurang banyak dipahami oleh kebanyakan orang Islam. Sehingga setiap hari dua kalimah syahadat itu diucapkan tetapi bukan dalam pengertian sebagai sumpah setia, melainkan sekadar ucapan yang kering dan tidak menggerakkan jiwa. Akibatnya umat Islam kurang bersungguh-sungguh mentaati Allah dan rasul-Nya. Dari segi ritual mereka rajin, tetapi dari segi komitmen terhadap akhlak mulia mereka kurang. Sehingga terjadi split personality (pribadi terbelah). Berwajah dua, ikut Allah ok, ikut setan juga ok.

Kita bisa saksikan di sekitar kita sejumlah wanita muslimah yang rajin shalat, tetapi di saat yang sama mereka tidak menutup aurat, bahkan banyak dari mereka yang bergaul bebas. Di sisi lain jumlah para koruptor dari orang Islam semakin banyak. Lebih dari itu mereka tidak punya rasa malu berbohong di depan publik. Sungguh tidak akan pernah berkah sebuah generasi yang setengah hati (tidak jujur) mentaati Allah Ta'ala.

Penanaman kejujuran sejak dini sangat relevan bila menyaksikan maraknya perilaku korupsi akhir-akhir ini. Menjadi budaya yang sudah pada level tidak kenal malu. Pelaku dengan santai, seakan tidak mempunyai salah, tampak biasa-biasa saja ketika tertangkap tangan. Praktik korupsi dan penangkapan terhadap pelakunya hampir setiap kita saksikan. Silih berganti dengan pelaku berganti-ganti. Komisi Pemberantasan Korupsi begitu gencar menyusuri lorong persembunyian pelaku. Tak pernah lelah seiring dengan bertambah banyaknya pelaku yang tampak lebih pintar mencari alibi dan menata sandiwara yang apik. Sejumlah undang-undang dengan pasal-pasal yang menjerat para pelaku korupsi ternyata belum mampu membuat jera.  Jika melihat fenomena di atas, akar persoalan moral adalah masalah penting yang harus menjadi perhatian. Kejujuran, ya kejujuran manusia yang sudah hilang. Nilai-nilai yang lama ditanamkan oleh nenek moyang bangsa Indonesia memudar seiring perkembangan zaman. Oleh karena itu menjadi tugas orang tua, masyarakat dan guru untuk mengajarkan nilai-nilai kejujuran sedini mungkin pada anak-anak. Kejujuran adalah berani mengatakan sesuai dengan kenyataan.

Hal yang dapat dilakukan dalam upaya menanamkan nilai-nilai kejujuran pada anak, antara lain: Pertama, latihlah sikap kejujuran anak dengan tanya jawab sederhana apa yang sudah dilakukan. Setelah pulang sekolah ajak anak berdialog apa saja peristiwa yang terjadi di sekolah, baik dengan teman atau dengan guru. Demikian juga dengan guru, adakan percakapan sederhana sebelum kegiatan bermain dilakukan. Siapa hari ini yang sudah mandi, siapa yang tadi malam belajar dan pertanyaan-pertanyaan sederhana lain yang memancing anak menjawab secara jujur. Kedua, ceritakan tokoh-tokoh penting yang menjunjung sikap jujur dalam hidupnya. Hal ini akan memicu anak memiliki tokoh idola yang menjadi panutan dalam bersikap dan berbicara. Ketiga, perdengarkan dongeng-dongeng sarat makna kejujuran. Dongeng walaupun imajinatif namun dapat memberi pengaruh positif pada anak tentang nilai-nilai kebaikan. Apalagi jika tokoh dalam dongeng merupakan idola anak. Keempat, ajaklah anak bermain peran, misal pasar-pasaran. Guru dapat menjelaskan dalam permainan ini bahwa antara penjual dan pembeli hendaknya bersikap jujur. Penjual jujur dengan kondisi dagangannya, pembeli jujur dengan keinginan terhadap barang yang dibelinya. Dengan bermain peran anak-anak akan lebih mendalami mana perbuatan baik dan mana perbuatan buruk. Kelima, yang lebih utama berilah contoh model yang baik dari lingkungan terdekat anak,  apalagi orang tua harus menjadi teladan utama bagi anak-anaknya. Ingatlah, anak adalah peniru ulung apa yang dilihat dan didengar langsung di sekitar lingkungannya. Sekali orang tua berbohong, seorang anak akan menganggap benar suatu kebohongan yang dilakukan orang tua sehingga suatu saat anak akan meniru. Keenam, tanamkan pada anak bahwa jujur adalah suatu sikap yang mahal harganya, jika dirusak oleh kebohongan akan berimbas pada kehilangan harga diri dan di masyarakat akan menjadi noda yang sulit dihilangkan dari pandangan manusia. Generasi jujur lebih mempunyai nilai yang berharga dari apapun. Semoga kita mampu melakukan dengan kesadaran dan pemahaman yang baik dalam berlaku jujur pada diri sendiri dan memberikan teladan pada anak-anak generasi bangsa.

Wallahu a'lam bish showab.

Semoga bermanfaat bagi kita semua, taufik n hidayah hanya dari Alloh Subhanahu Wa Ta'ala .
Aamiin Yaa Alloh Aamiin Yaa Rabbi.


Wassalaamu'alaikum wa rakh matullaahi wa bara kaatuh

No comments:

KLIK Ikuti untuk mendapatkan lebih banyak materi